BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
1.
KH. Hasyim asy’ari
KH. Hasyim asy’ari lahir 14
februari 1871 M (24 Dzulkaidah 1287 H) di Desa gedang. Sekitar dua km dari
sebelah timur jombang, jjawa timur. Muhammad Hasyim, demikian ia di beri nama
oleh ayahnya, kyai asy’ari,, pendiri pesantren keras, 8 KM dari jombang. Kakek
Hasyim Asy’ari bernama kyai Usman, pendiri pesantren Gedang di jombang yang
didirikan pada 1850-an. Sementara buyutnya, kyai Sihah adalah pendiri pesantren
Tembak Beras di jombang. Dilihat dari silsilah ini dapat di ketahui bahwa
Hasyim Asy’ari berasal dari keluarga dan keturunan pesantren yang terkenal. Di
akui Zamakhsyari Dhofier, secara antropologi social, para kyai jawa terikat dalam
ikatan kekerabatan yang intensitasnya sangat kuat. Oleh karena itu, tak
mengherankan bila kepemimpinan pesantren menjadi hak terbatas, yang di
peruntukkan hanya bagi keluarga-keluarga kyai. [1]
Sejak masih sangat muda Hasyim
Asy’ari yang di beri gelar “Hadratus syaikh” oleh para kyai di kenal sangat
pandai, penuh ketekunan, dan rajin belajar. Pada usia enam tahun ia mulai
belajar agama di bawah bimbingan ayahnya sendiri, Kyai Asy’ari, di Desa Keras,
tempat ayhnya pindah dari Demak pada 1876. Bidang-bidang yang di
pelajari dari ayahnya antara lain tauhid, hukum islam, bahasa arab, tafsir dan
hadits. Dia sedemikian cerdas sehingga pada usia ke 13 tahun sudah dapat
membantu ayahnyamrngajar para santri yang jauh lebih tua daripada dirinya.
Pendidikan ke berbagai pesantren di tempuh Hasyim Asy’ari mulai usia 15 tahun.
Dia berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lain di Jawa Timur dan
Madura.
2.
KH. Ahmad Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan yang pada waktu kecilnya bernama
Muhammad Darwis. Beliau dilahirkan di Kauman Yogyakarta dari pernikahan Kyai
Haji Abu Bakar dengan Siti Aminah pada tahun 1285 H (1868 M). Kyai Haji Abu
Bakar adalah khatib di Majid Agung Kesultanan Yogyakarta, sedangkan ayahnya
Siti Aminah adalah penghulu besar di Yogyakarta. Dikala muda KH. Ahmad Dahlan
terkenal memiliki pikiran yang cerdas dan bebas memiliki akal budi yang bersih
dan baik. Pendidikan agama yang diterima dipilih secara selektif tidak hanya
itu tetapi sesudah dipikirkan di bawa dalam perenungan-perenungan, ingin
dilaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Waktu menjelang dewasa KH Ahmad Dahlan
belajar Ilmu Fiqih kepada KH Muhammad Shaleh. Dan belajar Ilmu Nahwu kepada KH
Muhsin, kemudian gurunya yang lain ialah KH Abdul Hamid. Keahlian dalam Ilmu
Falaq, diperoleh dari belajar dan berguru kepada KH
Raden Dahlan salah seorang putra Kyai Termas dan yang terakhir Ilmu Hadits dipelajarinya dari Kyai Mahfud dan
Syech Khayyat.
Sejarah
pemikiran dalam Islam memang merupakan bawaan dari ajaran Islam sendiri. Karena
dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat-ayat yang memerintahkan untuk membaca,
berfikir, menggunakan akal, yang kesemuanya medorong umat Islam terutama pada
ahlinya untuk berfikir mengenai segala sesuatu guna mendapatkan kebenaran dan
kebijaksanaan. (Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh
Pendidikan Islam, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2011, hal 199-200).
A.
Rumusan masalah
1.
Seperti apakah
Pendidikan Menurut pandangan KH. Ahmad Dahlan Dan KH. Hasyim As’ari?
B.
Tujuan masalah
1. Untuk mengetahui pendidikan menurut pandangan pandangan KH.
Ahmad Dahlan Dan KH. Hasyim As’ari?
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pendidikan
Dalam Pandangan Ahmad Dahlan
Menurut Ahmad Dahlan,
upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis
menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan, adapun kunci bagi
meningkatkan kemajuan umat Islam adalah dengan kembali pada Al-Qur'an dan hadits,
mengarah kan umat pada pemahaman ajaran.
Islam secara komprehensif, dan menguasai berbagai disiplin ilmu
pengetahuan.[1]
Pelaksanaan pendidikan
menurut Dahlan Hendak nya didasarkan pada Landasan yang kokoh, landasan ini
merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan konsep dan tujuan pendidikan
Islam, baik secara vertikal (Khaliq) maupun horizontal (makhluk). dalam
pandangan Islam, paling tidak ada 2 sisi tugas penciptaan manusia, yaitu
sebagai 'abd Allah dan Khalifah gi al-ardh. Dalam proses kejadiannya, manusia
diberikan Allah dengan al-ruh dan al-aqh untuk itu, pendidikan hendaknya
menjadi media yang dapat mengembangkan potensi al-aruh untuk menalar petunjuk
pelaksanaan ketundukan kepatuhan manusia kepada. Khaliqnya.
Menurut Ahmad Dahlan
pengembangan merupakan proses integrasi ruh dan jasad. Problem epistemologi
dalam pendidikan Islam tradisional disebabkan karena ideologi ilmiahnya hanya
terbatas pada dimensi religius yang membatasi diri pada pengkajian kita klasik
para Mujtahid terdahulu, khususnya dalam Mazhab Syafi'i. Ideologi ilmiah ini
digunakan sebagai pelindung oleh kelompok tradisional guna mempertahankan
semantik statis terhadap epistemologi yang dikembangkannya.
Islam merupakan agama
taghayyir yang menghendaki modernisasi (tajdid). Perinsip ini ditegaskan Allah
dalam Al-Qur'an, bahwa tidak akan terjadi modernisasi pada suatu kaum, kecuali
mereka sendiri berupaya ke arah tersebut
( Q.S.yusuf/13:11).
Maksud ayat di atas adalah Islam
mencela sifat jumud yang taqlid yang membabi buta. Karena Islam mendorong
manusia meningkatkan kreativitas berfikirnya dan melakukan prakasa. Menurut
Ahmad Dahlan proses ijtihad adalah mengerahkan otoritas intelektual untuk
sampai pada suatu perantara tentang berbagai persoalannya. Menurut Ahmad Dahlan
pendidikan adalah salah satu bentuk artikulasi tajdid yang strategis dalam
memahami ajaran Islam (Al-Qur'an dan hadits) Secara imbang. Dalam hal ini, sepertinya Ahmad Dahlan
menyadari bahwa umat Islam telah demikian lama terpasang oleh faham dan amal
Agama yang menyimpang dari universalitas ajaran Islam.
Menurut Ahmad Dahlan
pendidikan Islam Hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang
berbudi pekerti luhur, 'alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu
keduniaan, serta bersedia berujung untuk kemajuan masyarakatnya.
Pandangan Ahmad Dahlan
dalam bidang pendidikan dapat dilihat pada kegiatan pendidikan yang di
laksanakan oleh Muhammadiyah. Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah melanjutkan
model sekolah yang digabungkan dengan sistem pendidikan gubernemen. Di samping
sekolah desa di kampungnya sendiri, Ahmad Dahlan juga membuka sekolah yang sama
di kampung Yogyakarta yang lain.
Di samping mendirikan
sekolah yang mengikuti model gubernemen, Muhammadiyah dalam dalam waktu singkat
juga mendirikan sekolah yang lebih bersifat agama. Seperti madrasah Diniyah di
Minangkabau untuk mengganti dan memperbaiki pengajian Al-Qur'an yang
tradisional. Pada tanggal 18 Desember
1921, Muhammadiyah sudah dapat mendirikan pondok Muhammadiyah sebagai sekolah
pendidikan guru agama. Dalam sekolah tersebut, pelajaran umum diberikan oleh
dua orang guru dari sekolah pendidikan guru, sedangkan Ahmad Dahlan sendiri dan
beberapa orang guru lainnya memberikan pelajaran agama yang lebih mendalam.
Kegiatan yang dilakukan tersebut ialah :
1.
Kegiatan tabligh, yaitu pengajaran agama
pada kelompok-kelompok orang dewasa dalam satu kursus teratur.
2.
Mendirikan sekolah swasta Menurut model
pendidikan gubernemen dengan ditambah beberapa jam pelajaran agama perminggu.
3.
Membentuk kader organisasi dan guru-guru
agama serta pondok Muhammadiyah seperti normal Islam di Padang pada tahun 1931.
Muhammadiyah berhasil
melanjutkan model pembeharuan pendidikan disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa
ia menghadapi lingkungan sosial yang terbatas pada pegawai, guru maupun
pedagang di kota. Kelompok ini menguasai perusahaan percetakan yang secara
ekonomis penting dalam masyarakat.
Sekolah Muhammadiyah tertua dan besar
jasanya:
1.
Kweekscoll Muhammadiyah, Yogyakarta
2.
Mu'allim Muhammadiyah, solo dan Jakarta
3.
Mu'allim Muhammadiyah, Yogyakarta
4.
Zu'ama/za'imat, Yogyakarta
5.
Kulliyah mubalighin/mubalilihhat, Padang
panjang, Sumatra tengah
6.
Tabligh school, Yogyakarta
7.
HIK Muhammadiyah, Yogyakarta
Banyak lagi HIS
Muhammadiyah, Mulo, AMS Muhammadiyah, madrasah ibtidaiyah dan sanawiyah/wustha
Muhammadiyah dan lain-lain. Semuanya itu didirikan pada masa penjajahan Belanda
dan pendudukan Jepang, dan tersebar pada tiap-tiap cabang Muhammadiyah seluruh
kepulauan Indonesia.
Pada edisi Oktober 1957
jumlah sekolah agama/madrasah Muhammadiyah meliputi madrasah ibtidaiyah 412
buah, madrasah sanawiyah 40 buah, madrasah Diniyah (Alawiyah) 82 buah, madrasah
mu'allimin 73 buah, dan madrasah pendidikan Guru agama 75 buah. Selain sekolah
agama terdapat juga sekolah umum Muhammadiyah yaitu sekolah rakyat, SMP, SMA,
sekolah TK, SGB, SGA, sekolah kepandaian Putri, sekolah MEPA, sekolah Guru
kepandaian Putri, sekolah Guru kepandaian jasmani, sekolah kepandaian
masyarakat, sekolah putri Aisyiyah, fakultas hukum dan filsafat, dan perguruan
tinggi pendidikan Guru.
Diketahui ide-ide pendidikan yang di
kemukakan Ahmad Dahlan sebagai berikut:
1.
Pembaharuan dalam bidang pembentukan
lembaga pendidikan Islam
2.
Memasukkan pelajaran umum ke kepada
sekolah agama/madrasah.
3.
Mengadakan perubahan dalam metode pengajaran
yang lebih bervariasi.
4.
Mengajarkan sikap hidup yang terbuka dan
toleran
5.
Organisasi Muhammadiyah termasuk
organisai islam yang paling pesat dalam mengembangkan pendidikan serta
mengenalkan manajemen yang modern ke dalam sistem pendidikan.
Cita-cita
dan usaha Ahmad Dahlan ini makin berkembang pada saat ini, dan telah
menunjukkan kemajuan yang sangat pesat.
B.
Pendidikan
Dalam Pandangan Hasyim Asyari
Setelah pengembaraan KH. Hasyim
Asyari kembali ketanah jawa pada 1899 dari kota suci mekah, KH. Hasyim Asyari
mengajar di pesanteren milik kakeknya, pesantren Gedang. Pada 26 robiul awal
tahun yang sama, KH. Hasyim Aryari mendirikan pesantren tebuireng, didaerah
dekat kelurahan cukir, jombang. Pesanteren tebu ireng mulanya terdiri dari 28
santri yang diambil dari pesantren gedang. Lambat laun pesanteren ini
berkembang dan memiliki banyak santri yang berasal dari pulau jawa dan
derah-daerah lain.[2]
Selain bermaksud untukmengamalkan ilmunya pendirian ini merupakan tradisi
pesantren, yaitu bahwa seseorang yag telah menyelesaikan pelajarannya yang
terakhir dan ingin mendirikan pesantren, dengan izin gurunya membawa serta
santri-santri gurunya untuk mendirikan pesantren baru.
Apa itu pesantren? Pesanteren
merupakan bentuk lembaga yang wajar dari peruses perkembangan system pendidikan
nasional, dari segi historis, ia dipandang segai system pendidikan tertua di
Indonesia. Pesantren sebagai lembaga pendidikan mempunyai watak utama, yaitu
sebagai lembaga pendidikan yang memiliki cirri-ciri has. Karena , pesantren
meliki teradisi keilmuan yang berbeda dengan tradisi keilmuan lembaga-lembaga
pendikan lain, seperti madrasah atau sekolah. Salah satu cirri utama pesanteren
sebagai pembeda dengan lembaga-lembaga pendidikan lain dalah pengajaaran kitab
kuning, kitab-kitab islam kelasik yang ditulis dalam bahasa arab, baik yang
ditulis oleh para tokoh muslim arab maupun pemikir muslim Indonesia.
Pada perkembangan yang paling
awal pesantren merupakan lembaga pendidikan yang setara dengan tempat-tempat
pengajian yang telah merumuskan kurikulumnya, yakni pengajaran bahasa arab,
tapsir, hadis, tauhid, fikih, dan lainya. Bentuk ini kemudian berkembang dengan
pendirian tempat-tempat menginap bagi para pelajar (santri), dan kemudian
disebut pesantren.
Lembaga pesanteren semakin
berkembang secara cepat dengan adanya sikap non-koopratif ulama terhadap
kebijakan “politik etis” pemerintah colonial belanda pada akhir abad kese-19
dengan bijakan ini pemerintah colonial berusaha membalas jasa rakyat Indonesia
dengan memberikan pendidikan modern termasuk budaya barat. Sikap non koopratif
ulam di tunjukkan dengan mendirikan banyak pesanteren di daerah-daerah yang
jauh dari kota, untuk menghindari intervensi cultural pamerintah
colonial, disamping itu untuk member kesempatan kepada rakyat belum memperoleh
pendidikan.
Pada 1905,
sejumlah ulama memperkenalkan system madrasah yakni dengan penerapan
system kelassikal sesuai dengan system pendidikan barat. Disini ilmu
pengetahuan umum mulai di perkenalkan. Sejak kemerdekaan indonesiapesanteren
telah menerapkan system pendidikan dengan system madrasah dan kini terus
berkembang sejalan dengan perkembangan social yang ada.
Modernnisasi pendidikan di
Indonesia yang dilakukn orde baru telah memiliki dampak terhadap trasformasi
pesantren. Pesanteren mau tidak mau harus memberikan responsinya terhadap
modernnisasi ini paling tidak, dengan mengikuti pemetaan yang dilakukan
masyhuri abdillah ada 4 bentuk respon yang dilakukan pesanteren terhadap
kebijakan- kebijakan modernisasi pendidikan pemerintah. Pertama, pesanteren
yang menyelenggarakan pendidikan pormal dengan menerapkan kurikulum nasional,
baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan (MI, MTs, MA, PT agama Islam)
maupaun yang memilki sekolah umum (SD, SMP, SMU & PT Umum). Kedua,
pasanteren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaaan dalam bentuk madrasah
dan mengejarkan ilmu-ilmu umum tapi tidak menerapkan kurikulum nasional.
Ketiga, pesantren yang hanya megejarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk
madrasah diniah. Kempat, pesantern yang hanya sekedar menjadi tempat
pengajian yang jumlah nya sangat banyak.
Demikian
sekilas perkembangan pesantren dari masa ke masa. Pesantren Tebuireng yang
didirikan KH. Hasyim Asy’ari pada mulanya hanya ditujukan bagi para santri yang
hampir mencapai tahap sempurna. Untuk menghadapi santri-santri sepuh ini,
metode yang di gunakan adalah metode musyawarah. Dari pendidikan model ini ,
KH. Hasyim Asy’ari berharap para santrinya dapat mendirikan pesantren-pesantren
baru. Beliau menjadi terkenal sewaktu santri-santri angkatan pertamanya
berhasil mendirikan pesantren. Diantara pesantren-pesantren y ang didirikan
oleh alumni pesantren Tebuireng adalah pesantren Lasem (Rembang), pesantren
Darul ulum (Peterongan, Jombang), Pesantren Mamba’ul Ma’arif (Denanyar,
Jombang), pesantren Lirboyo (Kediri), dan pesantren Asembagus (Situbondo).[3]
Ia memulai tulisannya dengan
sebuah pendahuluan yang menjadi pengantar bagi pembahasan bagi selanjutnya.
Kitab tersebut terdiri dari delapan bab, yaitu: keutamaan ilmu dan ilmuan serta
keutamaan belajar mengajar, etika yang harus diperhatikan dalam belajar
mengajar, etika seorang murid terhadap guru, etika murid terhadap pelajaran dan
hal-hal yang harus dipedomani bersama guru, etika yang harus dipedomani seorang
guru, etika terhadap buku, alat untuk memperoleh pelajaran dan hal-hal yang
berkaitannya dengannya. Dari delapan bab tersebut dapat dikelompokkan dalam
tiga kelompok, yaitu: signifikansi pendidikan, tugas dan tanggung jawab seorang
murid, dan tugas dan tanggung jawab seorang guru.[4]
1. Signifikansi pendidikan
Dalam penjelasannya, ia tidak
memberikan definisi secara khusus tentang pengertian belajar. Dalam hal ini
yang menjadi titik penenkanannya adalah pada pengertian bahwa belajar itu
merupakan ibadah untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai islam, bukan
hanya sekedar menghilangkan kebodohan.
2. Tugas dan tanggung jawab
murid
a. Etika yang harus diperhatikan dalam belajar, dalam hal ini
terdapat sepuluh etika yang ditawarkan adalah memberikan hati dari berbagai
gangguan keimanan dan keduniawian, membersihkan niat, tidak menunda-nunda
kesempatan belajar, bersabar, dan qanaah terhadap segala macam pemberian dan
cobaan, pandai mengatur waktu, menyederhanakan makan dan minum, bersikap
hati-hati (wara’), menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan kemalasan
dan kebodohan, menyedikitkan waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan, dan
meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah.[5]
b. Etika seorang murid terhadap guru, dalam membahas masalah ini, ia
menawarkan dua belas etika, yaitu : hendaknya selalu memperhatikan dan
mendengarkan apa yang dikatakan atau dijelaskan oleh guru, memilih guru yang
wara’ (berhati-hati) di samping professional, mengukuti jejak-jejak guru,
memuliakan guru, memperhatikan apa yang menjadi hak guru, bersabar terhadap kekerasan
guru, berkunjung kepada guru pada tempatnya atau mintalah ijin terlebih dahulu
kalau keadaan memaksa harus tidak pada tempatnya, dan lain-lain.
c. Etika murid terhadap pelajaran, murid hendaknya memperhatikan
etika sebagai berikut : memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain untuk
dipelajari, harus mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu farhu ‘ain, harus
menanggapi ikhtilaf para ulama’, tanamkan antusias dalam belajar, dan
lain-lain.
3. Tugas dan tanggung jawab guru
a. Etika seorang guru,
antara lain : senantiasa mendekatkan diri kepada allah, senantiasa takut kepada
allah senantiasa tenang kepada allah, senantiasa berhati-hati kepada allah,
tawadhu’, dan lain sebagainya.
b. Etika guru ketika mengajar :
mensucikan diri dari hadast dan kotoran, berpakaian yang sopan dan rapi dan
usahakan berbau wangi, berniatlah beribadah ketika dalam mengajarkan ilmu
kepada anak didik, sampaikan hal-hal yang diajarkan oleh allah, biasakan
membaca untuk menambah ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya.
c. Etika guru bersama murid :
berniat mendidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta menghidupkan syariat
islam, menghindari ketidak ikhlasan dan mengajar keduniawian, mempergunakan
metode yang mudah dipahami murid, dan lain-lain.
4. Etika terhadap buku, alat pelajaran dan hal-hal yang
berkaitan dengannya, menganjurkan dan mengusahakan agar memiliki buku pelajaran
yang di ajarkan, merelakan, mengijinkan bila ada kawan meminjam buku pelajaran,
sebaliknya bagi peminjam harus menjaga barang pinjaman tersebut, memeriksa
terlebih dahulu bila membeli atau meminjamnya kalau-kalau ada kekurangan
lembarannya, bila menyalin buku pelajaran syari’ah hendaknya bersuci
dahulu dan mengawalinya dengan basmalah, sedangkan bila yang disalinnya adalah
ilmu retorika atau semacamnya, maka mulailah dengan hamdalah (puji-pujian) dan
shalawat Nabi.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
1. KH. Hasyim Asy’ari
KH. Hasyim Asy’ari adalah
seorang tokoh agama yang sangat terkenal dengan kepintaran dan kecerdasannya
sehingga bliau di beri gelar “Hadratus Syaikh”. sejak masih kecil
bliau sangat gemar menuntut ilmu-ilmu agama, Setelah
dewasa bliau mendalami ilmu agama di makkah. Sepulangnya dari makkah KH. Hasyim
Asy’ari mendirikan pesantren yang di beri nama Tebuireng. Pesantren ini
memiliki kontribusi yang besar bagi golongan tradisional islam di Indonesia,
terutama karena ia menjadi cikal bakal berdirinya organisasi islam terbesar di
Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama (NU).
Corak pemikiran keagamaan KH.
Hasyim Asy’ari adalah Islam tradisional yaitu islam murni, islam yang berupaya
melaksanakan islam sesuai dengan warisan atau tradisi yang diterima dari
generasi pendahulunya. Akan tetapi permasalahan akan menjadi lain apabila yang
dilaksanakan atau yang dilestarikan itu merupakan tradisi yang berasal dari
agama lain, yang islam sendiri tidak menoleransi keberadaannya.
Dalam konteks social-budaya
masyarakat jawa, seperti itulah KH. Hasyim Asy’ari hidup dan melakukan dakwah
islam. Jadi wajar kalau ia memiliki corak pandangan keagamaan tradisional.
Dengan pendekatan kompromi dan harmoni, KH. Hasyim Asy’ari dengan NU-nya
berusaha menerapkan kaidah “memelihara nilai-nilai terdahulu yang sudah baik,
dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik”. Menurut Nurcholis, kaidah ini
merupakan pegangan baik dalam berijtihad, yang sering dipandang sebagai
semangat klasik yang diungkapkan kalangan Ahlussunnah Wal Jamaah. Kehadiran
islam pada prinsipnya menganut kaidah ini, yaitu nilai-nilai masa lalu yang
baik dipertahankan, dengan memperkealkan syariat islam sebagai nilai baru yang
ebih baik.
KH. Hasyim Asy’ari secara
intelektual, ssebagaimana disebutkan Dhofier, sangat dipengaruhi oleh
guru-gurunya. Sebagaimana Syaikh Mahfudz Al-tarmisi, KH. Hasyim Asy’ari
memiliki pandangan yang tegas untuk mempertahankan ajaran-ajaran madzhab dan
pentingnya praktik-praktik tarekat. Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari mengenai
bermadzhab ini seirama dengan pemikiran gurunya, Syaikh Ahman Khatib. Dalam
Qanun Asasi Nahdlatul Ulama yang di tulisnya, KH. Hasyim asy’ari berkeyakinan
bahwa adalah tidak mungkin memahami maksud yang sebenarnya dari al-Qur’an dan
Al-sunnah tanpa mempelajari pendapat dari ulama-ulama besaryag tergabng dalam
system madzhab.
2.
KH. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan mendirikan
sekolah yang bernama Madarasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah di rumahnya.
Sekolah ini menggunakan sistem Barat, memakai meja, kursi dan papan tulis,
diberi pelajaran pengetahuan umum dan pelajaran agama di dalam kelas. Pada
waktu itu anak-anak santri Kauman masih merasa asing pada pelajaran dengan
sistem sekolah. Dia mengadakan modernisasi dalam bidang pendidikan Islam, dari
sistem pondok yang melulu diajar pelajaran agama Islam dan diajar secara
perseorangan menjadi secara kelas dan ditambah dengan pelajaran pengetahuan
umum. Ia mempunyai suatu keyakinan bahwa jalan yang harus ditempuh untuk
memajukan masyarakat Islam Indonesia adalah dengan mengambil ajaran dan ilmu
Barat. Obat yang dia buat bagi pengikut-pengikut Islam adalah pendidikan
modern. Dia merasakan perlunya orientasi segar bagi pendidikan Islam dan
bekerja untuknya. Selain karena sudah berkenalan dengan ide-ide pembaharuan
Islam melalui buku-buku para reformer Islam ia melihat segi positif dari
pendidikan modern ini adalah setelah berkenalan dengan kaum intelektual para
pengurus Budi Utomo.
Reaksi dari berdirinya
sekolah tersebut, dia dituduh murtad (keluar dari Islam). Hal ini karena dia
dianggap meniru sistem sekolah Barat. Dalam pelajaran mulai dilatih menyanyi do
re mi fa sol dinilai dapat berakibat suara mengaji alQur’an dan lagu-lagu dari
Arab kurang terdengar. Jadi K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh perintis
berdirinya sekolah yang memberikan pendidikan agama Islam bersama dengan
pelajaran umum. Dimana pada zaman Hindia Belanda, pemerintah tidak mengajarkan
pendidikan agama di sekolah pemerintah. Atas prakarsanya ini maka pada masa
pendudukan Jepang, mulai dirintis pengajaran pendidikan agama di sekolah
negeri, meskipun belum mantap.
Akan tetapi setelah
Indonesia merdeka di sekolah negeri mulai dimantapkan pelaksanaan pendidikan
agama dan sejak Orde Baru pendidikan agama secara resmi dimasukkan ke dalam
kurikulum dari tingkat pendidikan Dasar, Menengah sampai Perguruan Tinggi.
Kemudian pada tahun 1989 kurikulum ini dikukuhkan dalam undang-undang Pendidikan
Nasional. Adapun komponen-komponen kurikulum yang harus ada dalam pendidikan
menurutnya adalah keimanan (tauhid), ibadah, akhlak, ilmu pengetahuan, dan amal
(karya ketrampilan). Hal ini didasarkan pada Surat Luqman ayat 12 sampai dengan
20.
3.
Saran
Demikian makalah yang dapat penulis sampaikan.
Penulis, menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan
untuk kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat.
No comments:
Post a Comment