Tuesday, May 7, 2019

PENDIDIKAN ISLAM MENURUT KH. HASYIM ASARI DAN KH. AHMAD DAHLAN




 BAB I
PENDAHULUAN
A.           Latar belakang
1.      KH. Hasyim asy’ari
KH. Hasyim asy’ari lahir 14 februari 1871 M (24 Dzulkaidah 1287 H) di Desa gedang. Sekitar dua km dari sebelah timur jombang, jjawa timur. Muhammad Hasyim, demikian ia di beri nama oleh ayahnya, kyai asy’ari,, pendiri pesantren keras, 8 KM dari jombang. Kakek Hasyim Asy’ari bernama kyai Usman, pendiri pesantren Gedang di jombang yang didirikan pada 1850-an. Sementara buyutnya, kyai Sihah adalah pendiri pesantren Tembak Beras di jombang. Dilihat dari silsilah ini dapat di ketahui bahwa Hasyim Asy’ari berasal dari keluarga dan keturunan pesantren yang terkenal. Di akui Zamakhsyari Dhofier, secara antropologi social, para kyai jawa terikat dalam ikatan kekerabatan yang intensitasnya sangat kuat. Oleh karena itu, tak mengherankan bila kepemimpinan pesantren menjadi hak terbatas, yang di peruntukkan hanya bagi keluarga-keluarga kyai. [1]
Sejak masih sangat muda Hasyim Asy’ari yang di beri gelar “Hadratus syaikh” oleh para kyai di kenal sangat pandai, penuh ketekunan, dan rajin belajar. Pada usia enam tahun ia mulai belajar agama di bawah bimbingan ayahnya sendiri, Kyai Asy’ari, di Desa Keras, tempat ayhnya pindah dari Demak pada  1876. Bidang-bidang yang di pelajari dari ayahnya antara lain tauhid, hukum islam, bahasa arab, tafsir dan hadits. Dia sedemikian cerdas sehingga pada usia ke 13 tahun sudah dapat membantu ayahnyamrngajar para santri yang jauh lebih tua daripada dirinya. Pendidikan ke berbagai pesantren di tempuh Hasyim Asy’ari mulai usia 15 tahun. Dia berpindah-pindah dari satu pesantren ke pesantren lain di Jawa Timur dan Madura.


[1] Zamakhsyri dhofier,tradisi pesantren: studi tentang pandangan hidup kyai (Jakarta:LP3ES) hlm.92


2.        KH. Ahmad Dahlan
Kyai Haji Ahmad Dahlan yang pada waktu kecilnya bernama Muhammad Darwis. Beliau dilahirkan di Kauman Yogyakarta dari pernikahan Kyai Haji Abu Bakar dengan Siti Aminah pada tahun 1285 H (1868 M). Kyai Haji Abu Bakar adalah khatib di Majid Agung Kesultanan Yogyakarta, sedangkan ayahnya Siti Aminah adalah penghulu besar di Yogyakarta. Dikala muda KH. Ahmad Dahlan terkenal memiliki pikiran yang cerdas dan bebas memiliki akal budi yang bersih dan baik. Pendidikan agama yang diterima dipilih secara selektif tidak hanya itu tetapi sesudah dipikirkan di bawa dalam perenungan-perenungan, ingin dilaksanakannya dengan sebaik-baiknya. Waktu menjelang dewasa KH Ahmad Dahlan belajar Ilmu Fiqih kepada KH Muhammad Shaleh. Dan belajar Ilmu Nahwu kepada KH Muhsin, kemudian gurunya yang lain ialah KH Abdul Hamid. Keahlian dalam Ilmu Falaq, diperoleh dari belajar dan berguru kepada KH Raden Dahlan salah seorang putra Kyai Termas dan yang terakhir Ilmu Hadits dipelajarinya dari Kyai Mahfud dan Syech Khayyat.
Sejarah pemikiran dalam Islam memang merupakan bawaan dari ajaran Islam sendiri. Karena dalam Al-Qur’an terdapat banyak ayat-ayat yang memerintahkan untuk membaca, berfikir, menggunakan akal, yang kesemuanya medorong umat Islam terutama pada ahlinya untuk berfikir mengenai segala sesuatu guna mendapatkan kebenaran dan kebijaksanaan. (Syamsul Kurniawan dan Erwin Mahrus, Jejak Pemikiran Tokoh Pendidikan Islam, Jogjakarta, Ar-Ruzz Media, 2011, hal 199-200).
A.           Rumusan masalah
1.        Seperti apakah Pendidikan Menurut pandangan KH. Ahmad Dahlan Dan KH. Hasyim As’ari?
B.            Tujuan masalah
1.      Untuk mengetahui pendidikan menurut pandangan pandangan KH. Ahmad Dahlan Dan KH. Hasyim As’ari?
BAB II
PEMBAHASAN

A.           Pendidikan Dalam Pandangan Ahmad Dahlan
Menurut Ahmad Dahlan, upaya strategis untuk menyelamatkan umat Islam dari pola berpikir yang statis menuju pada pemikiran yang dinamis adalah melalui pendidikan, adapun kunci bagi meningkatkan kemajuan umat Islam adalah dengan kembali pada Al-Qur'an dan hadits, mengarah kan umat pada pemahaman ajaran.  Islam secara komprehensif, dan menguasai berbagai disiplin ilmu pengetahuan.[1]
‌Pelaksanaan pendidikan menurut Dahlan Hendak nya didasarkan pada Landasan yang kokoh, landasan ini merupakan kerangka filosofis bagi merumuskan konsep dan tujuan pendidikan Islam, baik secara vertikal (Khaliq) maupun horizontal (makhluk). dalam pandangan Islam, paling tidak ada 2 sisi tugas penciptaan manusia, yaitu sebagai 'abd Allah dan Khalifah gi al-ardh. Dalam proses kejadiannya, manusia diberikan Allah dengan al-ruh dan al-aqh untuk itu, pendidikan hendaknya menjadi media yang dapat mengembangkan potensi al-aruh untuk menalar petunjuk pelaksanaan ketundukan kepatuhan manusia kepada. Khaliqnya.
Menurut Ahmad Dahlan pengembangan merupakan proses integrasi ruh dan jasad. Problem epistemologi dalam pendidikan Islam tradisional disebabkan karena ideologi ilmiahnya hanya terbatas pada dimensi religius yang membatasi diri pada pengkajian kita klasik para Mujtahid terdahulu, khususnya dalam Mazhab Syafi'i. Ideologi ilmiah ini digunakan sebagai pelindung oleh kelompok tradisional guna mempertahankan semantik statis terhadap epistemologi yang dikembangkannya.
Islam merupakan agama taghayyir yang menghendaki modernisasi (tajdid). Perinsip ini ditegaskan Allah dalam Al-Qur'an, bahwa tidak akan terjadi modernisasi pada suatu kaum, kecuali mereka sendiri berupaya ke arah tersebut  ( Q.S.yusuf/13:11).
‌Maksud ayat di atas adalah Islam mencela sifat jumud yang taqlid yang membabi buta. Karena Islam mendorong manusia meningkatkan kreativitas berfikirnya dan melakukan prakasa. Menurut Ahmad Dahlan proses ijtihad adalah mengerahkan otoritas intelektual untuk sampai pada suatu perantara tentang berbagai persoalannya. Menurut Ahmad Dahlan pendidikan adalah salah satu bentuk artikulasi tajdid yang strategis dalam memahami ajaran Islam (Al-Qur'an dan hadits) Secara imbang.  Dalam hal ini, sepertinya Ahmad Dahlan menyadari bahwa umat Islam telah demikian lama terpasang oleh faham dan amal Agama yang menyimpang dari universalitas ajaran Islam.
Menurut Ahmad Dahlan pendidikan Islam Hendaknya diarahkan pada usaha membentuk manusia muslim yang berbudi pekerti luhur, 'alim dalam agama, luas pandangan dan paham masalah ilmu keduniaan, serta bersedia berujung untuk kemajuan masyarakatnya.
Pandangan Ahmad Dahlan dalam bidang pendidikan dapat dilihat pada kegiatan pendidikan yang di laksanakan oleh Muhammadiyah. Dalam bidang pendidikan, Muhammadiyah melanjutkan model sekolah yang digabungkan dengan sistem pendidikan gubernemen. Di samping sekolah desa di kampungnya sendiri, Ahmad Dahlan juga membuka sekolah yang sama di kampung Yogyakarta yang lain. 
Di samping mendirikan sekolah yang mengikuti model gubernemen, Muhammadiyah dalam dalam waktu singkat juga mendirikan sekolah yang lebih bersifat agama. Seperti madrasah Diniyah di Minangkabau untuk mengganti dan memperbaiki pengajian Al-Qur'an yang tradisional.  Pada tanggal 18 Desember 1921, Muhammadiyah sudah dapat mendirikan pondok Muhammadiyah sebagai sekolah pendidikan guru agama. Dalam sekolah tersebut, pelajaran umum diberikan oleh dua orang guru dari sekolah pendidikan guru, sedangkan Ahmad Dahlan sendiri dan beberapa orang guru lainnya memberikan pelajaran agama yang lebih mendalam. Kegiatan yang dilakukan tersebut ialah :
1.      Kegiatan tabligh, yaitu pengajaran agama pada kelompok-kelompok orang dewasa dalam satu kursus teratur.
2.      Mendirikan sekolah swasta Menurut model pendidikan gubernemen dengan ditambah beberapa jam pelajaran agama perminggu.
3.      Membentuk kader organisasi dan guru-guru agama serta pondok Muhammadiyah seperti normal Islam di Padang pada tahun 1931.
Muhammadiyah berhasil melanjutkan model pembeharuan pendidikan disebabkan oleh adanya kenyataan bahwa ia menghadapi lingkungan sosial yang terbatas pada pegawai, guru maupun pedagang di kota. Kelompok ini menguasai perusahaan percetakan yang secara ekonomis penting dalam masyarakat.
Sekolah Muhammadiyah tertua dan besar jasanya:
1.      Kweekscoll Muhammadiyah, Yogyakarta
2.      Mu'allim Muhammadiyah, solo dan Jakarta
3.      Mu'allim Muhammadiyah, Yogyakarta
4.       Zu'ama/za'imat, Yogyakarta
5.      Kulliyah mubalighin/mubalilihhat, Padang panjang, Sumatra tengah
6.      Tabligh school, Yogyakarta
7.      HIK Muhammadiyah, Yogyakarta
Banyak lagi HIS Muhammadiyah, Mulo, AMS Muhammadiyah, madrasah ibtidaiyah dan sanawiyah/wustha Muhammadiyah dan lain-lain. Semuanya itu didirikan pada masa penjajahan Belanda dan pendudukan Jepang, dan tersebar pada tiap-tiap cabang Muhammadiyah seluruh kepulauan Indonesia.
Pada edisi Oktober 1957 jumlah sekolah agama/madrasah Muhammadiyah meliputi madrasah ibtidaiyah 412 buah, madrasah sanawiyah 40 buah, madrasah Diniyah (Alawiyah) 82 buah, madrasah mu'allimin 73 buah, dan madrasah pendidikan Guru agama 75 buah. Selain sekolah agama terdapat juga sekolah umum Muhammadiyah yaitu sekolah rakyat, SMP, SMA, sekolah TK, SGB, SGA, sekolah kepandaian Putri, sekolah MEPA, sekolah Guru kepandaian Putri, sekolah Guru kepandaian jasmani, sekolah kepandaian masyarakat, sekolah putri Aisyiyah, fakultas hukum dan filsafat, dan perguruan tinggi pendidikan Guru.
Diketahui ide-ide pendidikan yang di kemukakan Ahmad Dahlan sebagai berikut:
1.      Pembaharuan dalam bidang pembentukan lembaga pendidikan Islam
2.      Memasukkan pelajaran umum ke kepada sekolah agama/madrasah.
3.       Mengadakan perubahan dalam metode pengajaran yang lebih bervariasi.
4.      Mengajarkan sikap hidup yang terbuka dan toleran
5.      Organisasi Muhammadiyah termasuk organisai islam yang paling pesat dalam mengembangkan pendidikan serta mengenalkan manajemen yang modern ke dalam sistem pendidikan.
Cita-cita dan usaha Ahmad Dahlan ini makin berkembang pada saat ini, dan telah menunjukkan kemajuan yang sangat pesat.
B.            Pendidikan Dalam Pandangan Hasyim Asyari
Setelah pengembaraan KH. Hasyim Asyari kembali ketanah jawa pada 1899 dari kota suci mekah, KH. Hasyim Asyari mengajar di pesanteren milik kakeknya, pesantren Gedang. Pada 26 robiul awal tahun yang sama, KH. Hasyim Aryari mendirikan pesantren tebuireng, didaerah dekat kelurahan cukir, jombang. Pesanteren tebu ireng mulanya terdiri dari 28 santri yang diambil dari pesantren gedang. Lambat laun pesanteren ini berkembang dan memiliki banyak santri yang berasal dari pulau jawa dan derah-daerah lain.[2] Selain bermaksud untukmengamalkan ilmunya pendirian ini merupakan tradisi pesantren, yaitu bahwa seseorang yag telah menyelesaikan pelajarannya yang terakhir dan ingin mendirikan pesantren, dengan izin gurunya membawa serta santri-santri gurunya untuk mendirikan pesantren baru.
Apa itu pesantren? Pesanteren merupakan bentuk lembaga yang wajar dari peruses perkembangan system pendidikan nasional, dari segi historis, ia dipandang segai system pendidikan tertua di Indonesia. Pesantren sebagai lembaga pendidikan mempunyai watak utama, yaitu sebagai lembaga pendidikan yang memiliki cirri-ciri has. Karena , pesantren meliki teradisi keilmuan yang berbeda dengan tradisi keilmuan lembaga-lembaga pendikan lain, seperti madrasah atau sekolah. Salah satu cirri utama pesanteren sebagai pembeda dengan lembaga-lembaga pendidikan lain dalah pengajaaran kitab kuning, kitab-kitab islam kelasik yang ditulis dalam bahasa arab, baik yang ditulis oleh para tokoh muslim arab maupun pemikir muslim Indonesia.
Pada perkembangan yang paling awal pesantren merupakan lembaga pendidikan yang setara dengan tempat-tempat pengajian yang telah merumuskan kurikulumnya, yakni pengajaran bahasa arab, tapsir, hadis, tauhid, fikih, dan lainya. Bentuk ini kemudian berkembang dengan pendirian tempat-tempat menginap bagi para pelajar (santri), dan kemudian disebut pesantren.
Lembaga pesanteren semakin berkembang secara cepat dengan adanya sikap non-koopratif ulama terhadap kebijakan “politik etis” pemerintah colonial belanda pada akhir abad kese-19 dengan bijakan ini pemerintah colonial berusaha membalas jasa rakyat Indonesia dengan memberikan pendidikan modern termasuk budaya barat. Sikap non koopratif ulam di tunjukkan dengan mendirikan banyak pesanteren di daerah-daerah yang jauh dari   kota, untuk menghindari intervensi cultural pamerintah colonial, disamping itu untuk member kesempatan kepada rakyat belum memperoleh pendidikan.
Pada 1905, sejumlah  ulama memperkenalkan system madrasah yakni dengan penerapan system kelassikal sesuai dengan system pendidikan barat. Disini ilmu pengetahuan umum mulai di perkenalkan. Sejak kemerdekaan indonesiapesanteren telah menerapkan system pendidikan dengan system madrasah dan kini terus berkembang sejalan dengan perkembangan social yang ada.
Modernnisasi pendidikan di Indonesia yang dilakukn orde baru telah memiliki dampak terhadap trasformasi pesantren. Pesanteren mau tidak mau harus memberikan responsinya terhadap modernnisasi ini paling tidak, dengan mengikuti pemetaan yang dilakukan masyhuri abdillah ada 4 bentuk respon yang dilakukan pesanteren terhadap kebijakan- kebijakan modernisasi pendidikan pemerintah. Pertama, pesanteren yang menyelenggarakan pendidikan pormal dengan menerapkan kurikulum nasional, baik yang hanya memiliki sekolah keagamaan (MI, MTs, MA, PT agama Islam) maupaun yang memilki sekolah umum (SD, SMP, SMU & PT Umum). Kedua, pasanteren yang menyelenggarakan pendidikan keagamaaan dalam bentuk madrasah dan mengejarkan ilmu-ilmu umum tapi tidak menerapkan kurikulum nasional. Ketiga, pesantren yang hanya megejarkan ilmu-ilmu agama dalam bentuk madrasah  diniah. Kempat, pesantern yang hanya sekedar menjadi tempat pengajian yang jumlah nya sangat banyak.
            Demikian sekilas perkembangan pesantren dari masa ke masa. Pesantren Tebuireng yang didirikan KH. Hasyim Asy’ari pada mulanya hanya ditujukan bagi para santri yang hampir mencapai tahap sempurna. Untuk menghadapi santri-santri sepuh ini, metode yang di gunakan adalah metode musyawarah. Dari pendidikan model ini , KH. Hasyim Asy’ari berharap para santrinya dapat mendirikan pesantren-pesantren baru. Beliau menjadi terkenal sewaktu santri-santri angkatan pertamanya berhasil mendirikan pesantren. Diantara pesantren-pesantren y ang didirikan oleh alumni pesantren Tebuireng adalah pesantren Lasem (Rembang), pesantren Darul ulum (Peterongan, Jombang), Pesantren Mamba’ul Ma’arif (Denanyar, Jombang), pesantren Lirboyo (Kediri), dan pesantren Asembagus (Situbondo).[3]
Ia memulai tulisannya dengan sebuah pendahuluan yang menjadi pengantar bagi pembahasan bagi selanjutnya. Kitab tersebut terdiri dari delapan bab, yaitu: keutamaan ilmu dan ilmuan serta keutamaan belajar mengajar, etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar, etika seorang murid terhadap guru, etika murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dipedomani bersama guru, etika yang harus dipedomani seorang guru, etika terhadap buku, alat untuk memperoleh pelajaran dan hal-hal yang berkaitannya dengannya. Dari delapan bab tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu: signifikansi pendidikan, tugas dan tanggung jawab seorang murid, dan tugas dan tanggung jawab seorang guru.[4]
1.      Signifikansi pendidikan
Dalam penjelasannya, ia tidak memberikan definisi secara khusus tentang pengertian belajar. Dalam hal ini yang menjadi titik penenkanannya adalah pada pengertian bahwa belajar itu merupakan ibadah untuk mengembangkan dan melestarikan nilai-nilai islam, bukan hanya sekedar menghilangkan kebodohan.
2.  Tugas dan tanggung jawab murid
a.          Etika yang harus diperhatikan dalam belajar, dalam hal ini terdapat sepuluh etika yang ditawarkan adalah memberikan hati dari berbagai gangguan keimanan dan keduniawian, membersihkan niat, tidak menunda-nunda kesempatan belajar, bersabar, dan qanaah terhadap segala macam pemberian dan cobaan, pandai mengatur waktu, menyederhanakan makan dan minum, bersikap hati-hati (wara’), menghindari makanan dan minuman yang menyebabkan kemalasan dan kebodohan, menyedikitkan waktu tidur selagi tidak merusak kesehatan, dan meninggalkan hal-hal yang kurang berfaedah.[5]
b.         Etika seorang murid terhadap guru, dalam membahas masalah ini, ia menawarkan dua belas etika, yaitu : hendaknya selalu memperhatikan dan mendengarkan apa yang dikatakan atau dijelaskan oleh guru, memilih guru yang wara’ (berhati-hati) di samping professional, mengukuti jejak-jejak guru, memuliakan guru, memperhatikan apa yang menjadi hak guru, bersabar terhadap kekerasan guru, berkunjung kepada guru pada tempatnya atau mintalah ijin terlebih dahulu kalau keadaan memaksa harus tidak pada tempatnya, dan lain-lain.
c.          Etika murid terhadap pelajaran, murid hendaknya memperhatikan etika sebagai berikut : memperhatikan ilmu yang bersifat fardhu ‘ain untuk dipelajari, harus mempelajari ilmu-ilmu yang mendukung ilmu farhu ‘ain, harus menanggapi ikhtilaf para ulama’, tanamkan antusias dalam belajar, dan lain-lain.
3. Tugas dan tanggung jawab guru
a.         Etika seorang guru, antara lain : senantiasa mendekatkan diri kepada allah, senantiasa takut kepada allah senantiasa tenang kepada allah, senantiasa berhati-hati kepada allah, tawadhu’, dan lain sebagainya.
b.         Etika guru ketika mengajar : mensucikan diri dari hadast dan kotoran, berpakaian yang sopan dan rapi dan usahakan berbau wangi, berniatlah beribadah ketika dalam mengajarkan ilmu kepada anak didik, sampaikan hal-hal yang diajarkan oleh allah, biasakan membaca untuk menambah ilmu pengetahuan, dan lain sebagainya.
c.         Etika guru bersama murid : berniat mendidik dan menyebarkan ilmu pengetahuan serta menghidupkan syariat islam, menghindari ketidak ikhlasan dan mengajar keduniawian, mempergunakan metode yang mudah dipahami murid, dan lain-lain.
4.         Etika terhadap buku, alat pelajaran dan hal-hal yang berkaitan dengannya, menganjurkan dan mengusahakan agar memiliki buku pelajaran yang di ajarkan, merelakan, mengijinkan bila ada kawan meminjam buku pelajaran, sebaliknya bagi peminjam harus menjaga barang pinjaman tersebut, memeriksa terlebih dahulu bila membeli atau meminjamnya kalau-kalau ada kekurangan lembarannya, bila menyalin buku pelajaran  syari’ah hendaknya bersuci dahulu dan mengawalinya dengan basmalah, sedangkan bila yang disalinnya adalah ilmu retorika atau semacamnya, maka mulailah dengan hamdalah (puji-pujian) dan shalawat Nabi.

BAB III
PENUTUP

A.           KESIMPULAN
1.      KH. Hasyim Asy’ari
KH. Hasyim Asy’ari adalah seorang tokoh agama yang sangat terkenal dengan kepintaran dan kecerdasannya sehingga bliau di beri gelar “Hadratus Syaikh”. sejak masih kecil bliau  sangat gemar menuntut ilmu-ilmu agama,  Setelah dewasa bliau mendalami ilmu agama di makkah. Sepulangnya dari makkah KH. Hasyim Asy’ari mendirikan pesantren yang di beri nama Tebuireng. Pesantren ini memiliki kontribusi yang besar bagi golongan tradisional islam di Indonesia, terutama karena ia menjadi cikal bakal berdirinya organisasi islam terbesar di Indonesia, yaitu Nahdlatul Ulama (NU).
Corak pemikiran keagamaan KH. Hasyim Asy’ari adalah Islam tradisional yaitu islam murni, islam yang berupaya melaksanakan islam sesuai dengan warisan atau tradisi yang diterima dari generasi pendahulunya. Akan tetapi permasalahan akan menjadi lain apabila yang dilaksanakan atau yang dilestarikan itu merupakan tradisi yang berasal dari agama lain, yang islam sendiri tidak menoleransi keberadaannya.
Dalam konteks social-budaya masyarakat jawa, seperti itulah KH. Hasyim Asy’ari hidup dan melakukan dakwah islam. Jadi wajar kalau ia memiliki corak pandangan keagamaan tradisional. Dengan pendekatan kompromi dan harmoni, KH. Hasyim Asy’ari dengan NU-nya berusaha menerapkan kaidah “memelihara nilai-nilai terdahulu yang sudah baik, dan mengambil nilai-nilai baru yang lebih baik”. Menurut Nurcholis, kaidah ini merupakan pegangan baik dalam berijtihad, yang sering dipandang sebagai semangat klasik yang diungkapkan kalangan Ahlussunnah Wal Jamaah. Kehadiran islam pada prinsipnya menganut kaidah ini, yaitu nilai-nilai masa lalu yang baik dipertahankan, dengan memperkealkan syariat islam sebagai nilai baru yang ebih baik.
KH. Hasyim Asy’ari secara intelektual, ssebagaimana disebutkan Dhofier, sangat dipengaruhi oleh guru-gurunya. Sebagaimana Syaikh Mahfudz Al-tarmisi, KH. Hasyim Asy’ari memiliki pandangan yang tegas untuk mempertahankan ajaran-ajaran madzhab dan pentingnya praktik-praktik tarekat. Pemikiran KH. Hasyim Asy’ari mengenai bermadzhab ini seirama dengan pemikiran gurunya, Syaikh Ahman Khatib. Dalam Qanun Asasi Nahdlatul Ulama yang di tulisnya, KH. Hasyim asy’ari berkeyakinan bahwa adalah tidak mungkin memahami maksud yang sebenarnya dari al-Qur’an dan Al-sunnah tanpa mempelajari pendapat dari ulama-ulama besaryag tergabng dalam system madzhab.
2.             KH. Ahmad Dahlan
Ahmad Dahlan mendirikan sekolah yang bernama Madarasah Ibtidaiyah Diniyah Islamiyah di rumahnya. Sekolah ini menggunakan sistem Barat, memakai meja, kursi dan papan tulis, diberi pelajaran pengetahuan umum dan pelajaran agama di dalam kelas. Pada waktu itu anak-anak santri Kauman masih merasa asing pada pelajaran dengan sistem sekolah. Dia mengadakan modernisasi dalam bidang pendidikan Islam, dari sistem pondok yang melulu diajar pelajaran agama Islam dan diajar secara perseorangan menjadi secara kelas dan ditambah dengan pelajaran pengetahuan umum. Ia mempunyai suatu keyakinan bahwa jalan yang harus ditempuh untuk memajukan masyarakat Islam Indonesia adalah dengan mengambil ajaran dan ilmu Barat. Obat yang dia buat bagi pengikut-pengikut Islam adalah pendidikan modern. Dia merasakan perlunya orientasi segar bagi pendidikan Islam dan bekerja untuknya. Selain karena sudah berkenalan dengan ide-ide pembaharuan Islam melalui buku-buku para reformer Islam ia melihat segi positif dari pendidikan modern ini adalah setelah berkenalan dengan kaum intelektual para pengurus Budi Utomo.
Reaksi dari berdirinya sekolah tersebut, dia dituduh murtad (keluar dari Islam). Hal ini karena dia dianggap meniru sistem sekolah Barat. Dalam pelajaran mulai dilatih menyanyi do re mi fa sol dinilai dapat berakibat suara mengaji alQur’an dan lagu-lagu dari Arab kurang terdengar. Jadi K.H. Ahmad Dahlan adalah seorang tokoh perintis berdirinya sekolah yang memberikan pendidikan agama Islam bersama dengan pelajaran umum. Dimana pada zaman Hindia Belanda, pemerintah tidak mengajarkan pendidikan agama di sekolah pemerintah. Atas prakarsanya ini maka pada masa pendudukan Jepang, mulai dirintis pengajaran pendidikan agama di sekolah negeri, meskipun belum mantap.
Akan tetapi setelah Indonesia merdeka di sekolah negeri mulai dimantapkan pelaksanaan pendidikan agama dan sejak Orde Baru pendidikan agama secara resmi dimasukkan ke dalam kurikulum dari tingkat pendidikan Dasar, Menengah sampai Perguruan Tinggi. Kemudian pada tahun 1989 kurikulum ini dikukuhkan dalam undang-undang Pendidikan Nasional. Adapun komponen-komponen kurikulum yang harus ada dalam pendidikan menurutnya adalah keimanan (tauhid), ibadah, akhlak, ilmu pengetahuan, dan amal (karya ketrampilan). Hal ini didasarkan pada Surat Luqman ayat 12 sampai dengan 20.

3.             Saran
Demikian makalah yang dapat penulis sampaikan. Penulis, menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih terdapat banyak kesalahan dan kekurangan. Untuk itu kritik dan saran sangat penulis harapkan untuk kesempurnaan makalah ini agar menjadi lebih baik. Semoga makalah ini dapat bermanfaat.




[1] Abuddin nata, filsafat pendidikan Islam,gaya media Pratama, 2015 Jakarta, hlm 254
[2] Mahmud yunus, sejarah pendidikan islam, hlm 184

[3] Zamakhsyari Dhofier, Tradisi Pesantren: Studi Tentang Pandangan Hidup kyai, hlm, 95-96
[4] Hasyim asy’ari, adab ta’lim wa muta’allim, h. 24-8

No comments:

Post a Comment

Kebahagiaan kami adalah hari libur

Kebahagiaan kami adalah hari liburan Persaudaraan tidak hanya selalu bersama dan melakukan hal-hal yang disenangi masing-masing. Namun per...