Wednesday, January 16, 2019

MAKALAH MUJMAL DAN MUBAYYAN LENGKAP


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur'an dan al-Hadits merupakan pedoman asas bagi umat islam. Setiap tindakan orang muslim haruslah sesuai dengan tuntutannya atau setidaknya tidak bertentangan dengan keduanya. Akan tetapi untuk memahami maksud yang terkandung dalam kedua sumber asas tersebut tidaklah semudah yang kita flkirkan dengan akal, tetapi memerlukan ilmu dalam membantu menjelaskan kesamaran dan menyingkap maksud-maksud al-Qur'an dan al-Hadits. Salah satu ilmu tersebut adalah ilmu ushul fiqh.
Oleh karena itu, suatu pembahasan usul fiqh yang dapat membantu mengenali kejelasan suatu makna dalam al-Qur’an dan al-Hadits ialah mujmal dan mubayyan. Pembahasan mengenai ini sangat penting karena untuk mendapatkan pemahaman yang mantap memerlukan pengetahuan yang luas mengenai suatu makna perkataan yang diteliti. Dengan mengetahui mujmal dan mubayyan ini, kita dapat mengklasifikasikan yang mana perkataan yang masih memerlukan penjelasan lebih lanjut karena masih bersifat umum dan jelas sehingga maksudnya dapat diuraikan.

B. Rumusan Masalah
1.  Apa yang dimaksud dengan mujmal?
2.  Apa yang dimaksud dengan mubayyan?

C. Tujuan Masalah
1.  Dapat mengetahui dan memahami materi mujmal.
2.  Dapat mengetahui dan memahami materi mubayyan.

BAB II
PEMBAHASAN

A.  Pengertian Mujmal
Secara bahasa mujmal berarti samar-samar dan beragam atau majemuk. Mujmal ialah suatu lafal yang belum jelas, yang tidak dapat menunjukkan arti sebenarnya apabila tidak ada keterangan lain yang menjelaskan. Dapat juga dimengerti sebagai lafaz yang global, masih membutuhkan penjelasan (bayan) atau penafsiran (tafsir). Seperti pada Al-Qur'an Surat An-Nur ayat 56, yang masih memerlukan penjelasan tentang tatacara.[1]
“ dan dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat, dan taatlah kepada rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. An Nur : 56).
Kata “mendirikan shalat” dalam ayat di atas masih mujmaI atau belum jelas karena tidak diketahui tata caranya, maka butuh dalil lainnya untuk memahami tata caranya. Dan Kata ”menunaikan zakat” dalam ayat di atas masih mujmal karena belum diketahui ukurannya sehingga untuk memahaminya masih diperlukan dalil lainnya.
Apabila terdapat lafadz mujmal pada nash syari’ sebelum ditafsirkan oleh syari’ itu sendiri, untuk itu dikemukakan oleh sunah amaliah dan qouliah, menafsirkan sembahyang dan menerangkan rukun-rukunya, syarat-syaratnya dan cara-carnya. Kata Nabi SAW, sembahyanglah kamu sebagaimana kamu melihat aku sembahyang. Demikian juga nabi menafsirkan zakat dan segala hal yang dikemukakan oleh secara mujmal oleh nash Al-Quran.
Mujmal dalam bahasa adalah global atau tidak terperinci. Menurut istilah adalah lafadz yang tidak bisa dipahami maksudnya, kecuali bila ada penefsiran dari pembuat mujmal.
Mujmal adalah lafaz yang tidak dapat dipahami dari lafaz tersebut ketika menyebut sesuatu, tetapi dipahami dari lafaz tersebut lebih dari satu hal dan tidak ada spesifikasi atas hal tersebut jika dibandingkan dengan yang lain. Dengan kata lain, mujmal adalah sesuatu yang tidak gamblang dalalah-nya dan yang dimaksud bahwa mujmal itu adalah lafaz yang memiliki dalalah, tetapi dalalah tersebut tidak jelas. Kadang-kadang itu terjadi pada lafaz tunggal yang musytarak, bisa jadi di antara dua hal yang berbeda, seperti Al 'ain untuk emas serta matahari dan Al-Mukhtar untuk fa'il dan maf'ul. Selain itu, untuk dua hal yang saling bertentangan, seperti Al quru'  untuk suci dan haid. Kadang-kadang, terdapat pada lafaz yang tersusun, seperti firman-Nya dalam Q.S Al-Baqarah: 237.
وَإِنْ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ وَقَدْ فَرَضْتُمْ لَهُنَّ فَرِيضَةً فَنِصْفُ مَا فَرَضْتُمْ إِلَّا أَنْ يَعْفُونَ أَوْ يَعْفُوَ الَّذِي    بِيَدِهِ عُقْدَةُ النِّكَاحِ ۚ وَأَنْ تَعْفُوا أَقْرَبُ لِلتَّقْوَىٰ ۚ وَلَا تَنْسَوُا الْفَضْلَ بَيْنَكُمْ ۚ إِنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ
Artinya : Jika kamu menceraikan isteri-isterimu sebelum kamu bercampur dengan mereka, padahal sesungguhnya kamu sudah menentukan maharnya, maka bayarlah seperdua dari mahar yang telah kamu tentukan itu, kecuali jika isteri-isterimu itu memaafkan atau dimaafkan oleh orang yang memegang ikatan nikah, dan pemaafan kamu itu lebih dekat kepada takwa. Dan janganlah kamu melupakan keutamaan di antara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Melihat segala apa yang kamu kerjakan. (Q.S Al-Baqarah: 237)
Pada ayat ini ada keraguan antara suami dengan wali. Kadang-kadang terjadi karena keraguan pada tempat kembalinya dhamir pada yang sebelumnya, karena pernyataan Kullu maaf 'allamahul faqiihu fahuwa kamma 'allamahu. Dhamir pernyataan tersebut mengandung keraguan antara kembali pada faqih atau pada yang diketahui dari faqih tersebut. Kadang-kadang hal tersebut terjadi karena keluarganya lafaz dari urf Syara' sebagai mana yang di tetapkan kan dalam bahasa bagi yang menyatakan hal itu, tentu sebelum ada penjelasan pada kita sebagai mana firman Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah: 53.
وَإِذْ آتَيْنَا مُوسَى الْكِتَابَ وَالْفُرْقَانَ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ
Artinya: Dan (ingatlah), ketika Kami berikan kepada Musa Al Kitab (Taurat) dan keterangan yang membedakan antara yang benar dan yang salah, agar kamu mendapat petunjuk. (Al-Baqarah: 53).


Dan Q.S Ali-Imran: 37
فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا ۖ كُلَّمَا دَخَلَ عَلَيْهَا زَكَرِيَّا الْمِحْرَابَ وَجَدَ عِنْدَهَا رِزْقًا ۖ قَالَ يَا مَرْيَمُ أَنَّىٰ لَكِ هَٰذَا ۖ قَالَتْ هُوَ مِنْ عِنْدِ اللَّهِ ۖ إِنَّ اللَّهَ يَرْزُقُ مَنْ يَشَاءُ بِغَيْرِ حِسَابٍ
Artinya: Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya. Setiap Zakariya masuk untuk menemui Maryam di mihrab, ia dapati makanan di sisinya. Zakariya berkata: "Hai Maryam dari mana kamu memperoleh (makanan) ini?" Maryam menjawab: "Makanan itu dari sisi Allah". Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang dikehendaki-Nya tanpa hisab. (Q.S Ali-Imran: 37).  
Firman Allah  ini merupakan firman yang mujmal karena pada lafadz itu tidak ada informasi tentang apa yang dimaksud Melalui aktivitas-aktivitas yang telah ditentukan. Oleh karena itu, sebagai suatu kewajiban, lafaz tersebut mujmal sifatnya. Adapun yang dimaksud dengan tidak adanya kejelasan adalah tidak ada kejelasan berdasarkan dalam bahasa, bisa dengan penetapan (bahasa), dengan syara', atau dengan urf. Maka, suatu lafaz tidak bisa dipahami ketika menyebut sesuatu tertentu, bahkan dipahami lebih dari suatu hal dan tidak ada perbedaan dengan hal lain menurut orang arab, baik dengan penetapan (bahasa), Syara', maupun urf. Hal-hal yang bisa dipahami dari suatu lafadz sesuatu, baik dengan penetapan (bahasa), Syara' maupun urf tidak dipandang sebagai mujmal. Artinya apa yang dalalah-nya berdasarkan bahasa atau Syara' atau urf itu tidak dikategorikan sebagai sebagai mujmal. Atas dasar ini, penggalan dan pengharaman yang di lebalkan ada objek-objek tertentu, seperti firmannya dalam Q.S An-nisa: 23.
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ وَعَمَّاتُكُمْ وَخَالَاتُكُمْ وَبَنَاتُ الْأَخِ وَبَنَاتُ الْأُخْتِ وَأُمَّهَاتُكُمُ اللَّاتِي أَرْضَعْنَكُمْ وَأَخَوَاتُكُمْ مِنَ الرَّضَاعَةِ وَأُمَّهَاتُ نِسَائِكُمْ وَرَبَائِبُكُمُ اللَّاتِي فِي حُجُورِكُمْ مِنْ نِسَائِكُمُ اللَّاتِي دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَإِنْ لَمْ تَكُونُوا دَخَلْتُمْ بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ وَحَلَائِلُ أَبْنَائِكُمُ الَّذِينَ مِنْ أَصْلَابِكُمْ وَأَنْ تَجْمَعُوا بَيْنَ الْأُخْتَيْنِ إِلَّا مَا قَدْ سَلَفَ ۗ إِنَّ اللَّهَ كَانَ غَفُورًا رَحِيمًا
Artinya: Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan, saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan; ibu-ibumu yang menyusui kamu; saudara perempuan sepersusuan; ibu-ibu isterimu (mertua); anak-anak isterimu yang dalam pemeliharaanmu dari isteri yang telah kamu campuri, tetapi jika kamu belum campur dengan isterimu itu (dan sudah kamu ceraikan), maka tidak berdosa kamu mengawininya; (dan diharamkan bagimu) isteri-isteri anak kandungmu (menantu); dan menghimpunkan (dalam perkawinan) dua perempuan yang bersaudara, kecuali yang telah terjadi pada masa lampau; sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (Q.S An-nisa: 23).[2]
Dan Q.S Al-ma'idah :3
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ وَالْمَوْقُوذَةُ وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ إِلَّا مَا ذَكَّيْتُمْ وَمَا ذُبِحَ عَلَى النُّصُبِ وَأَنْ تَسْتَقْسِمُوا بِالْأَزْلَامِ ۚ ذَٰلِكُمْ فِسْقٌ ۗ الْيَوْمَ يَئِسَ الَّذِينَ كَفَرُوا مِنْ دِينِكُمْ فَلَا تَخْشَوْهُمْ وَاخْشَوْنِ ۚ الْيَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِينَكُمْ وَأَتْمَمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِي وَرَضِيتُ لَكُمُ الْإِسْلَامَ دِينًا ۚ فَمَنِ اضْطُرَّ فِي مَخْمَصَةٍ غَيْرَ مُتَجَانِفٍ لِإِثْمٍ ۙ فَإِنَّ اللَّهَ غَفُورٌ رَحِيمٌ
Artinya: Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih tidak atas nama selain Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu) yang disembelih untuk berhala. Dan (diharamkan juga) mengundi nasib dengan anak panah, (mengundi nasib dengan anak panah itu) adalah kefasikan. Pada hari ini orang-orang kafir telah putus asa untuk (mengalahkan) agamamu, sebab itu janganlah kamu takut kepada mereka dan takutlah kepada-Ku. Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu jadi agama bagimu. Maka barang siapa terpaksa karena kelaparan tanpa sengaja berbuat dosa, sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (Q.S Al-ma'idah :3)
Tidak ada mujmal di dalamnya. Sesungguhnya setiap orang dan sabda Rasulullah Saw. Tidak puasa orang yang puasa tidak sampai malam." (Hadis dikeluarkan oleh Ibnu Majah). Dan sabda Rasulullah Saw., "Tidak ada nikah, kecuali dengan seorang wali dan dua orang saksi yang adil." (Hadis dikeluarkan oleh Ad-Daruquthni).Karena sebab-sebab beliau di atas adalah pemahaman berdasarkan dalalah iqtidha', dalalah-nya pun jelas sesuai dengan penetapan bahasa. Karena dalalah iqtidha' itu termasuk bagian dari adalah lafadz dari bahasa menurut penetapan, lafaz-lafaz di atas tidak termasuk yang mujmal.
Dengan demikian, setiap hal yang jelas penunjukannya dengan salah satu dalalah bahasa, baik berdasarkan penetapan, urf maupun syar'i tidak dikategorikan sebagai lafaz yang mujmal, tetapi merupakan lafaz yang mengandung majaz. Dengan kata lain, lafaz yang dipahami melalui qarinah, yang diperoleh dari dalalah lafaz, dalalah dari makna atau yang lainnya. Selama hal tersebut memungkinkan atas lafadz manapun, mujmalpun di nafikan dari lafadz tersebut.
Objek mujmal itu terbatas pada lafaz yang terdapat dalalah baginya, namun dalalah tersebut tidak clear seperti firman Allah SWT dalam QS Al-Baqarah:43
وَأَقِيمُوا الصَّلَاةَ وَآتُوا الزَّكَاةَ وَارْكَعُوا مَعَ الرَّاكِعِينَ[3]
Artinya: Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan ruku'lah beserta orang-orang yang ruku'.
Lafadz tersebut adalah mujmal. Adapun apa yang diriwayatkan dari beliau SAW. bahwa beliau mengajarkan shalat dengan perbuatan beliau ketika bersandar, "shalatlah seperti melihat aku shalat". (Hadis dikeluarkan oleh al-Bukhari).
Merupakan penjelasan terhadap ke-mujmal-an tersebut. Terdapat firman Allah SWT dalam Q.S Al-Baqarah : 43 yang artinya " tunaikanlah zakat ".
Lafadz tersebut adalah mujmal, sedangkan apa yang terdapat pada hadits-hadits Rasulullah Saw. Sekitar kelompok yang dikeluarkan zakatnya merupakan penjelasan terhadap mujmal (firman Allah) tersebut. Sungguh, Rasulullah Saw bersabda, " tidak seorangpun yang memiliki emas dan juga perak yang tidak menunaikan dari emas dan perak tersebut haknya, kecuali pada hari kiamat kelak akan diratakan untuknya batu dari api neraka." (Hadis dikeluarkan oleh muslim).
Jika terdapat penjelasan dengan sabda beliau sekaligus perbuatan beliau, paduan antara sabda dan perbuatan maka itu dikaji terlebih dahulu. Jika ada kesesuaian pada penunjukan atas hukum yang sama, yang lebih dulu dari keduanya adalah penjelasan, baik sabda beliau maupun perbuatan beliau. Sebab, telah diketahui apa yang dimaksudkan oleh Nash global tersebut dan yang kedua adalah untuk memperkuat. Akan tetapi, apabila ada perbuatan dalam dalalah atas suatu hukum, sebagaimana yg diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Bahwa beliau, setelah turunnya ayat haji, bersabda, " barang siapa berhaji dengan haji qaran lalu umrah, hendaknya dia thawaf satu kali".
Namun, diriwayatkan dari Rasulullah SAW. Bahwa beliau berhaji dengan haji qaran, tetapi beliau thawaf dua kali dan mengerjakan sa'i dua kali. Dalam keadaan ini, perlu dikaji terlebih dahulu. Apabila tidak diketahui mana yang lebih dulu dari keduanya, apakah sabda beliau atau perbuatan beliau, yang diambil adalah sabda beliau. Sebab, perkataan itu ditunjukkan penjelasan berbeda dengan perbuatan. Perbuatan tidak dapat menunjukkan posisinya sebagai penjelas. Untuk menunjukkan dirinya sebagai yang menjelaskan dibutuhkan sarana. Oleh karena itu, keberadaan perbuatan itu diketahui sebagai penjelas atas yang global melalui salah satu dari tiga hal. Pertama, perbuatan tersebut diketahui dengan mudah dari apa yang dimaksud. Artinya, bahwa perbuatan tersebut tidak akan sempurna keberadaanya sebagai penjelas tanpa diikuti dengan pengetahuan secara dzaruri atas yang dimaksud oleh Nabi Muhammad SAW. Dengan penjelasan di dalamnya. Kedua, Rasulullah Saw bersabda bahwa perbuatan tersebut merupakan penjelasan untuk yang global. Ketiga, beliau menyebut yang mujmal saat memerlukan untuk mengerjakan yang mujmal tersebut. Lalu, beliau mengerjakan Secara riil perbuatan tersebut sebagai penjelas bagi yang global dan beliau tidak mengerjakan pekerjaan yang lain. Dengan begitu, dapat diketahui bahwa perbuatan tersebut adalah penjelasan baik yang global.
Namun, apabila di ketahui bahwa salah satu nya lebih dahulu dari yg lain, dikaji terlebih dahulu. Jika perkataan terlebih dahulu (dari perbuatan), thawaf yang kedua memang tidak wajib dan perbuatan Rosul Tersebut harus mengandung pengertian sebagai yang mandub. Akan tetapi, apa bila yang lebih dulu perbuatan, perkataan tersebut merupakan naskah atas wajib nya thawaf yg kedua yang telah ditunjuk oleh perbuatan beliau atau perbuatan rasul tersebut mengandung penjelasan (bayan) wajibnya thawaf yang kedua khusus untuk beliau dan bukan untuk umat beliau.
Mujmal adalah lafal yang maknanya mengandung beberapa keadaan dan beberapa hukum yang terkumpul di dalamnya atau sesuatu yang tersembunyi yang dikehendaki karena banyak makna dan tidak bisa diketahui kalau tidak melalui penjelasan. Lafal yang tidak dapat menunjukkan terhadap maksudnya melalui sighat nya, tidak ada qorinah lafzhiyyah (tekstual) atau qorinah haliyyah (kontekstual) yang menjelaskannya. Atau lafal yang tidak terang arti yang dimaksudkan, oleh karena keadaan lafal itu sendiri, dan tidak mungkin dapat diketahui arti yang dimaksudkan kecuali dengan adanya penjelasan dari Syara'.
Jadi dalam kesamaran adalah bersifat lafal (tekstual), bukan hal yang  datang kemudian. Diantara mujmal adalah lafal yang ghorib (asing) yang di tafsirkan oleh Nash sendiri dengan makna khusus, seperti lafal " al-qari'ah" dalam firman Allah SWT yang terdapat dalam Q.S Al-Baqarah (2) : 43).
Apabila terhadap lafal mujmal itu mendapat penjelasan dari Syara' Secara sempurna maka mujmal menjadi mufassar. Ayat di atas di jelaskan melalui hadis nabi baik dengan perkataan maupun perbuatan yang menjelaskan detail-detailnya, mengenai rukun, syarat, dan caranya. Rasulullah saw.bersabda yang artinya "salatlah seperti kamu melihat aku melakukan salat" ( HR. Bukhari ).
Karena lafal mujmal mendapat penjelasan dari Syara' tetapi tidak secara sempurna dan pasti makna masih perlu ijtihad untuk menjelaskannya. Jika demikian yang terjadi, mujmal menjadi musyikil. Sebagai contoh lafal "Arribaa"  dalam ayat Q.S Al-Baqarah (2) : 275). Artinya " dan mengharamkan riba".
Dalam masalah ini, maka lafal " Arribaa "  di jelaskan dalam hadis yang artinya " emas dengan emas, perak dengan perak, gandum dengan gandum, syair dengan syair, kurma dengan kurma, garam dengan garam, semuanya harus sama ukurannya dan harus berhadap muka. (HR.muslim dari Ubaidilah bin shamit Ra.) Akan tetapi hadits di atas tidak menjelaskan secara sempurna dan pasti arti ribba itu sendiri, sehingga masih memerlukan ijtihad.
B.  Pengertian Mubayyan
Mubayyan artinya yang ditampakkan dan yang dijelaskan, secara istilah berarti lafaz yang dapat dipahami maknanya berdasar asal awalnya atau setelah dijelaskan oleh lainnya. AI Bayyan artinya ialah penjelasan, di sini maksudnya ialah menjelaskan lafal atau susunan yang mujmal.[4]
     Bayan adalah mengeluarkan sesuatu dari bentuk samar menjadi bentuk yang jelas. Dengan kata lain, bayan adalah bentuk ilmu (suatu yang pasti) atau dan (dugaan yang kuat) yang dihasilkan dari suatu dalil. Oleh karena itu, sebagian ulama' usul fiqh mengkonvensikan bahwa bayan adalah dalil itu sendiri. Yang terdapat dalam Q.S Al-Baqarah:43 yang artinya "dan laksana kan shalat". [5]

1.   Pembagian  Mubayyan
a.    Mubayyan Muttashil, adalah mujmal yang disertai penjelasan yang terdapat dalam satu nash. Misalnya dalam Al-Qur'an Surat An Nisa’ (4) : 176, artinya
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah) Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kaIaIah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, Maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang Iaki-Iaki mengusaisai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, Maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, Maka bahagian seorang saudara Iaki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. dan Allah Maha mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa’ (4) : 176) Lafaz “kalalah” adalah mujmal yang kemudian dijelaskan dalam satu nash; “Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah, ( yaitu) jika seorang meninggal dunia dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya dan saudaranya yang Iaki-Iaki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak, tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-Iaki dan perempuan, maka bagian seorang saudara Iaki-Iaki sebanyak bagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
Kalalah adalah orang yang meninggal dunia yang tidak mempunyai anak. Makna inilah yang diambil oleh Umar bin Khtattab, yang meyatakan: “Kalalah adalah orang yangtidak mempunyai anak.”
Mubayyan Munfashil, adalah bentuk mujmal yang disertai penjelasan yang tidak terdapat dalam satu nash. Dengan kata lain, penjelasan tersebut terpisah dari dalil mujmal.
b.    Macam-macam Mubayyan
1)   Bayan Perkataan.
Penjelasan dengan perkataan (bayan bil qaul), contohnya pada Al-Qur'an Surat Al Baqarah ayat 196: ”dan sempurnakanlah ibadah haji dan 'umrah karena Allah. jika kamu terkepung (terhalang oleh musuh atau karena sakit), Maka (sembelihlah) korban yang mudah didapat, dan jangan kamu mencukur kepalamu sebelum korban sampai di tempat penyembelihannya. Jika ada di antaramu yang sakit atau ada gangguan di kepalanya (lalu ia bercukur), Maka wajiblah atasnya berfid-yah, Yaitu: berpuasa atau bersedekah atau berkorban. apabila kamu telah (merasa) aman, Maka bagi siapa yang ingin mengerjakan 'umrah sebelum haji (di dalam bulan haji), (wajiblah ia menyembelih) korban yang mudah didapat. Tetapi jika ia tidak menemukan (binatang korban atau tidak mampu), Maka wajib berpuasa tiga hari dalam masa haji dan tujuh hari (lagi) apabila kamu telah pulang kembali. Itulah sepuluh (hari) yang sempurna. demikian itu (kewajiban membayar fidyah) bagi orang-orang yang keluarganya tidak berada (di sekitar) Masjidil Haram (orang-orang yang bukan penduduk kota Mekah). Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.” (QS. Al Baqarah ayat 196).
Ayat tersebut merupakan bayan (penjelasan) terhadap rangkaian kalimat sebelumnya mengenai kewajiban mengganti korban (menyembelih binatang) bagi orang-orang yang tidak menemukan binatang sembelihan atau tidak mampu.
Tidak ada mujmal di dalamnya. Sesungguhnya setiap orang yang meneliti konvensi para pemilik bahasa dan mengurus lafa-lafal bahasa Arab, tidak secara spontan dapat memahami ketika ada yang berkata pada yang lain, "diharamkan atas kalian makanan dan minuman dan diharamkan atas kalian wanita," selain pengharaman makan dan minuman, makanan dan minuman serta pengharaman berhubungan seksual dengan wanita. Oleh karena itu, pada dasarnya pada setiap hal yang langsung bisa dipahami adalah makna hakiki, baik berdasarkan penetapan (secara bahasa) maupun berdasarkan kebiasaan dalam pemakaian, yaitu pemahaman orang yang mencermati bahasa yang terbiasa dengan lafal-lafal (bahasa) Arab.
Karena itu, makna "hurrimat" disini jelas dan lafal hurrimat memang menunjukkan pada hal tertentu. Sesungguhnya firman Allah dalam Q.S Al-ma'idah:6 artinya dan sapulah kepalamu. Tidak ada mujmal di dalamnya, karena "baa" di sini adalah untuk meletakan, ayat tersebut tidak mengharuskan adanya kewajiban membasuh kepala secara keseluruhan karena perkataan biji barashun (padanya ada lepra) atau bihi da'un (padanya ada penyakit) tidak mengharuskan bahwa lepra tersebut meliputi seluruh badannya atau penyakit tersebut meliputi seluruh badannya.
Demikian pula, dengan usaplah kepalamu itu bukan berarti mengharuskan mengusap semua kepala. Terlebih lagi, bahwa pemakaian orang Arab terjadi dengan mengharuskan melekatkan mengusap saja tanpa memperhatikan apakah secara keseluruhan atau sebagian. Oleh karena itu, apabila ada orang yang perkataan pada orang lain,usaplah tangan mu dengan sapu tangan, tidak satupun pemilik bahasa memahami bahwa dia mengharuskan untuk melekatkan tangannya dengan semua (bagian) sapu tangan, tetapi cukup dengan sapu tangan saja. Jika mau, dengan semuanya dan bisa juga dengan sebagian sapu tangan saja. Demikian pula, tidak ada mujmal, pada sabda Rasulullah Saw,. Sesungguhnya Allah itu telah menetapkan atas ummatku kesalahan dan lupa. ( Hadis dikeluarkan oleh Ibnu Majah).
2)   Bayan Perbuatan.
Penjelasan dengan perbuatan (bayan fi’li) Contohnya Rasulullah SAW. melakukan perbuatan-perbuatan yang menjelaskan cara-cara berwudhu yakni: memulai dengan yang kanan, batas-batas yang dibasuh, Rasulullah SAW. mempraktekkan cara-cara haji, shalat dan sebagainya.
3)   Bayan Isyarat.
Penjelasan dengan perkataan dan perbuatan sekaligus
Firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Al-Baqarah ayat 43:
“. . .dan dirikanlah shalat. . .” (QS. Al-Baqarah : 43)
Perintah mendirikan shalat tersebut masih kalimat global (mujmal) yang masih butuh penjelasan bagaimana tata cara shalat yang dimaksud, maka untuk menjelaskannya Rasulullah naik keatas bukit kemudian melakukan shalat hingga sempurna, lalu bersabda: “Sholatlah kalian, sebagaimana kalian telah melihat aku shalat” (HR Bukhari).
4)   Bayan dengan Tulisan.
Penjelasan dengan tulisan Penjelasan tentang ukuran zakat, yang dilakukan oleh Rasulullah Saw. dengan cara menulis surat (Rasulullah mendiktekannya, kemudian ditulis oleh para Sahabat) dan dikirimkan kepada petugas zakat beliau.
5)   Bayan dengan Isyarat.
Penjelasan dengan isyarat contohnya seperti penjelasan tentang hitungan hari dalam satu bulan, yang dilakukan oleh Rasulullah SAW. dengan cara isyarat, yaitu beliau mengangkat kesepuluh jarinya dua kali dan sembilan jari pada yang ketiga kalinya, yang maksudnya dua puluh sembilan hari.
6)   Bayan dengan Meninggalkan Perbuatan.
     Penjelasan dengan meninggalkan perbuatan contohnya seperti Qunut pada shalat. Qunut pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw dalam waktu yang relative lama, yaitu kurang lebih satu bulan kemudian beliau meninggalkannya.
7)   Bayan dengan Taqrir/tidak melarang/Diam.
            Penjelasan dengan diam (taqrir). Yaitu ketika Rasulullah SAW. Melihat suatu kejadian, atau Rasulullah Saw mendengar suatu penuturan kejadian tetapi Rasulullah SAW. mendiamkannya (tidak mengomentari atau memberi isyarat melarang), itu artinya Rasulullah Saw tidak melarangnya. Kalau Rasulullah Saw diam tidak menjawab suatu pertanyaan, itu artinya Rasulullah Saw masih menunggu turunnya wahyu untuk menjawabnya.

BAB III
KESIMPULAN
A.  KESIMPULAN
1.    Mujmal
Secara bahasa mujmal berarti samar-samar dan beragam atau majemuk. Mujmal ialah suatu lafal yang belum jelas, yang tidak dapat menunjukkan arti sebenarnya apabila tidak ada keterangan lain yang menjelaskan. Dapat juga dimengerti sebagai lafaz yang global, masih membutuhkan penjelasan (bayan) atau penafsiran (tafsir).
2.    Mubayyan
Mubayyan artinya yang ditampakkan dan yang dijelaskan, secara istilah berarti lafaz yang dapat dipahami maknanya berdasar asal awalnya atau setelah dijelaskan oleh lainnya. AI Bayyan artinya ialah penjelasan, di sini maksudnya ialah menjelaskan lafal atau susunan yang mujmal.
A.  Saran
Adapun saran penulis kepada pembaca agar pembaca dapat mengetahui materi yang telah tertulis diatas tersebut yaitu mengenai tentang mujmal dan mubayyan
Selain dari pada itu, penulis memohoh maaf apabila terdapat kesalahan karena kami masih dalam proses pembelajaran. Dan yang kami harapkan dengan adanya makalah ini, dapat menjadi wacana yang membuka pola pikir pembaca dan memberi saran yang sifatnya tersirat maupun tersurat.












[1] Jumantoro Totok dan Munuramin Samsul. Kamus Ilmu Usul fikih.Jakarta: Amzah. 2005.hlm362

[2] Supriyadi, Dedi. Usul Fiqh Perbandingan. Bandung: CV Pustaka Setia. 2014 hlm 126
[3] Prof. DR. Rachmat syafe’I, MA. Ilmu usuk fiqih,Bandung: CVPustaka Setia 2014 hlm 166
[4] http://sunni.co.id/ushul-fiqih-bagian-04-mujmal-dan-mubayyan/
[5] Supriyadi, Dedi. Usul Fiqh Perbandingan. Bandung: CV Pustaka Setia. 2014.367


No comments:

Post a Comment

Kebahagiaan kami adalah hari libur

Kebahagiaan kami adalah hari liburan Persaudaraan tidak hanya selalu bersama dan melakukan hal-hal yang disenangi masing-masing. Namun per...